Tengah
hari bolong, 9 Maret 1960, sebuah MiG-17F Fresco dari skadron udara 11 AURI,
menukik ke arah Istana Merdeka. Sejurus kemudian rentetan tembakan terdengar
memecah udara siang yang panas itu. Berondongan peluru menghunjam ke beberapa
bagian Istana. Asalnya dari moncong kanon 23 mm Fresco bernomor 1112 yang
diterbangkan Letnan II Penerbang Daniel Maukar. Untungnya Presiden Soekarno
sedang tak berada di Istana ketika itu.
Berbagai
spekulasi memang merebak di balik insiden yang mencoreng AURI tersebut. Yang
jelas, Letnan Daniel memang sudah merencanakan aksi nekatnya itu. Ia bahkan
sudah menetapkan target dan jalur pelarian. Begitu lepas landas dari bandara
Kemayoran, ia membawa pesawatnya memutar menuju Plumpang, mencoba menembak
depot minyak milik Shell, setelah itu banting setir ke kanan menuju Istana
Merdeka. Dari sana, Daniel ngebut ke Bogor untuk memberondong Istana Bogor,
baru kemudian kabur ke arah Garut. Ia mendarat darurat di pesawahan di daerah
Kadungora, Garut, untuk tak lama kemudian ditangkap aparat keamanan.
MIG-17
TNI-AU di pintu masuk Lanud Iswahyudi, Madiun
Meskipun
gagal meledakkan depot minyak Shell, serta hanya menyebabkan lecet tak berarti
di Istana Merdeka, dan menuai cercaan, tapi banyak kalangan penerbang mengakui
bahwa aksi itu hanya bisa dilakukan oleh pilot brilian, mengingat tingkat
kesulitan manuver-manuver yang harus dilakukannya. Sekaligus juga sebagai ajang
pembuktian kemampuan manuver MiG-17F Fresco, yang disebut-sebut sebagai
penempur lincah ini.
Tampilan
kokpit MIG-17 Fresco
Tapi
ironis juga, mengingat Fresco yang masuk jajaran AURI tersebut adalah pesawat
gres yang baru didatangkan dari Uni Soviet dalam rangka persiapan Operasi
Trikora, operasi pembebasan Irian Barat dari cengkeraman Belanda. Alih-alih
menunjukkan kehebatannya dalam Palagan Irian, yang tak kesampaian karena
konflik akhirnya diakhiri di meja diplomasi, justru Fresco unjuk gigi menembaki
Istana sendiri.
Fresco
termasuk di antara jajaran pesawat tempur modern (pada saat itu) yang pernah
dimiliki angkatan udara Indonesia. Datang dalam satu paket bersama MiG-15
Fagot, MiG-21 Fishbed, Tu-16 dan lain-lain, sebagai hasil hubungan mesra
Indonesia dengan Uni Soviet. Mulai masuk AURI pada 1960 dan pensiun pada 1969,
usia operasional yang sangat singkat untuk sebuah jet tempur.
Kelahiran
Fresco
MiG-17
yang oleh pihak NATO dijuluki “Fresco” dibuat oleh Mikoyan-Gurevich, salah satu
pabrikan pesawat perang tersukses di Uni Soviet. Pesawat yang dirancang sebagai
fighter ini, merupakan penyempurnaan dari pendahulunya, MiG-15 Fagot. Dari
bentuk dan spesifikasi, nyaris semuanya mirip dengan “kakak”nya itu. Kecuali
semacam sirip kecil yang membelah sayap. Pada Fagot, sirip itu hanya dua,
sementara di Fresco ada tiga.
MIG-17
dengan afterburner
Kelahiran
jet tempur berkecepatan subsonik ini, sedikit banyak juga dipicu dengan
kehandalan F-86 AVON Sabre, buatan Amerika, yang jadi seteru bebuyutannya
Soviet. Pada perang Korea, terbukti Sabre lebih ampuh dan mampu mengatasi
kegesitan MiG-15. Belajar dari kekurangan MiG-15 itulah, kemudian Soviet mulai
merancang Fresco.
Pada
dasarnya, pesawat ini dirancang sebagai pesawat penempur (fighter), yang
nantinya bakal ditugaskan meladeni penempur-penempur Amerika. MiG-15 sendiri
secara struktur aerodinamisnya sebenarnya sudah sangat memenuhi syarat dan
sudah teruji kegesitannya di kancah perang udara. Maka itu, dari sisi rancang
bentuk aerodinamika, tak banyak pengembangan yang dilakukan. Bahkan mesinnya
pun sama-sama menggunakan mesin Klimov VK-1.
Prototipenya
yang dinamai SI terbang perdana pada Januari 1950. Dua bulan kemudian, SI
mengalami kecelakaan terbang saat uji coba. Itu membuat para insinyur MiG
bekerja keras, mengevaluasi kembali titik-titik lemah SI, dan memperbaiki
kekurangan tersebut. Hasilnya memuaskan. Prototipe selanjutnya, SI-2, berhasil
melalui rangkaian uji terbang. Meski dengan mesin sama, pesawat baru ini
terbukti mampu terbang lebih cepat dari pendahulunya, dan memiliki kemampuan
manuver jauh lebih baik saat terbang tinggi (high altitude).
Produksi
pertama dimulai pada September 1951. Generasi pertama Fresco dirancang sebagai
penempur subsonik siang, dan memiliki tiga kanon untuk persenjataannya. Dua
kanon NR-23 kaliber 23 mm (100 rounds) serta satu NR-37 kaliber 37 mm (40
rounds). Persenjataan itu ditempatkan di bawah moncong pesawat, persis di bawah
air intake. Selain itu, Fresco juga mampu menggendong bom 100 kg, yang
dicantelkan di bawah sayapnya. Itu membuat pesawat ini juga bisa berfungsi
sebagai fighter-bomber. Namun pada prakteknya, cantelan bom tersebut lebih
sering dipakai untuk mengangkut tangki bahan bakar cadangan (external tanks).
MIG-17
Uni Soviet
Dalam
pengembangannya, Fresco memiliki sejumlah varian dengan penambahan kemampuan
atau konversi fungsi. Seperti pada varian MiG-17P yang dilengkapi radar
Izumrud-1 (RP-1), yang dirancang sebagai pesawat pencegat (interceptor). Varian
ini juga dirancang sebagai penempur segala cuaca (all weather fighter). Pengembangan
lain melahirkan varian MiG-17F, yang mesin VK-1F nya sudah mengadopsi teknologi
afterburner, yang membuat pesawat melejit lebih cepat. Sementara varian
MiG-17PM, sudah mampu menggendong empat misil udara ke udara jenis K-5
(AA1-Alkali), tapi konsekuensinya tak punya kanon. Varian ini juga dilengkapi
radar pembidik pesawat lawan. Varian lain difungsikan sebagai pesawat
pengintai.
Pengalaman
Perang
Meski
dirancang untuk menandingi F-86 Sabre, toh Fresco tak sempat diterjunkan ke
kancah perang Korea di tahun 50-an. Padahal, dalam kancah perang di semenanjung
Korea itulah Sabre merajalela, menerkam pesawat-pesawat MiG-15 Korea. Bentrokan
antara Fresco dan Sabre, dilaporkan pertama kali terjadi di selat Taiwan. Saat
itu, Fresco milik angkatan udara Cina terlibat dule udara dengan F-86 Sabre
Taiwan.
Fresco
sendiri baru meraih nama harum ketika terjun di palagan udara Vietnam. Dengan
joki-joki handal dari VPAF (angkatan udara Vietnam Utara), Fresco menjadi momok
menakutkan bagi pilot-pilot angkatan udara maupun angkatan laut Amerika.
Padahal, di situ Fresco menghadapi lawan yang jauh lebih modern, semacam F-4
Phantom dan jet serang darat F-105 Thunderchief. Padahal lagi, kedua pesawat
andalan Amerika itu punya kelebihan mampu terbang super sonik, sementara Fresco
“cuma” pemburu sub-sonik. Namun, pilot-pilot VPAF mampu memaksimalkan
kelincahan Fresco, sehingga banyak pesawat Amerika yang rontok dibuatnya.
Terutama pada periode awal-awal perang. Top ace VPAF untuk pilot MiG-17 adalah
Nguyen Van Bay, yang berhasil merontokkan 7 pesawat Amerika. Di antara pesawat
yang dijatuhkan Van Bay, ada satu Phantom dan satu Thunderchief.
MIG-17
AURI jadi monumen di obyek wisata Sarangan, Magetan
Pesawat
pencegat yang pernah jadi andalan angkatan udara Blok Timur (Pakta Warsawa)
ini, sebagian besar sudah pensiun dari operasional. Namun begitu, masih ada
pula negara yang mengoperasikan Fresco hingga kini. Sebagian besar adalah
negara-negara Afrika, semacam Sudan, Angola, Mali, dan lain-lain. Korea Utara
juga masih mengoperasikan pencegat lincah ini. Sementara Indonesia, sejak akhir
1969 silam sudah memensiunkan Fresco. Kini, sosok Fresco yang bulat terpajang
menjadi koleksi museum dirgantara dan menjadi monumen di pangkalan udara
TNI-AU.
Source:indomiliter.com
0 komentar:
Posting Komentar