Wilayah
Bosnia yang terletak di jantung dari Federasi Yugoslavia, yang menjadi daerah
perebutan pengaruh sejak zaman Kerajaan Austro-Hungaria melawan pengaruh
Kerajaan Turki pada saat Kekaisaran “Ottoman”. Bubarnya Yugoslavia lama,
tampaknya oleh negara-negara sekitarnya maupun dari negara-negara Big
Power/luar menginginkan agar “Yugoslavia mini” ini ikut bubar. Adanya
pemerintahan yang diatur bergilir oleh tiga etnis dominant di Bosnia (Muslim, Serbia
dan Kroat), ikut menambah kerawanan negeri ini, karena pengaruh pada salah satu
etnis dari negara tetangga ataupun dari luar, dapat segera membakar kearah
pertikaian.
Penguasaan
Bosnia secara bulat oleh Republik-Republik di sekitarnya ataupun menjadi suatu
negara yang berdasarkan konstitusi Islam, akan dipandang cukup membahayakan
negara-negara Eropa. Dilihat dari segi Sosial Budaya maka keberadaan tiga etnis
dominan yang terdiri dari 3 suku yang berbasis pada agama yang berbeda, setelah
kesadaran beragama mulai terusik sedangkan UUD-nya tidak mengatur tentang
kerukunan hidup beragama karena tidak adanya suatu idiologi yang mengikat
kesadaran berbangsa, maka perbedaan di antara penduduk semakin tajam. Perbedaan
ini menjadi bertambah berbahaya ketika pimpinan politik dan pengaruh luar ikut
mengeksploitir kekuasaan berdasarkan etnis dan agama ini.
Pada
saat Tito berkuasa, mereka dipersatukan oleh kepemimpinan Tito yang
kharismatik, program “Unity and Brotherhood” yang cukup baik sehingga wilayah
ini menjadi sangat potensial bagi keberadaan Yugoslavia pada waktu itu. Dari
kacamata ekonomi, kekayaan alam dan bahan tambang yang dikandung dalam wilayah
Bosnia Herzegovina, merupakan daya tarik lainnya bagi siapa yang menguasai
wilayah ini. Hampir 80% medan gunung-gunung dengan sungai yang berjeram
merupakan daerah yang menguntungkan bagi penyediaan listrik tenaga air
(Hydropower plant). Demikian juga kekayaan akan tambang bauxit, magnesium,
asbes, dalomit, batubara, minyak, lignite, garam dan lain-lain, merupakan
tambang yang potensial bagi berjalannya industrialisasi. Sewaktu Tito berkuasa,
wilayah ini kemudian menjadi pilihan ditempatkannya lebih dari 60%
pabrik-pabrik Yugoslavia.
Oleh
sebab itu Bosnia Herzegovina merupakan mesin utama bagi jalannya perindustrian
Yugoslavia. Daerah-daerah industri yang ada di Bosnia Herzegovina di antaranya
ialah Pabrik senjata artileri dan mortir di Novitravnik, Pabrik tank/kendaraan
lapis baja di Bosanki Brod, Oil Refinery di Slavonski Brod, Pabrik aluminium
dan pesawat terbang di Mostar, Pabrik bahan kimia di Sabac dan Tuzla, Pabrik
senjata ringan “Pretis” di Vogasca (dekat Sarajevo), Pabrik senjata dan munisi
“Igman” di Konjic, Pabrik kimia, mesin, ranjau, tambang batubara dan lignite di
Tuzla, Pabrik besi dan baja di Zenica, Pabrik minyak roket, bahan ledak, bubuk
mesiu di Vitez, Pabrik munisi di Gorazde, Pabrik battery di Luskovac, Pabrik
perlengkapan militer di Foca dan Capljina dan lain-lain. Kota dimana
pabrik-pabrik serta wilayah tambang tersebut di atas pada umumnya di dalam
kekuasaan etnis Muslim dan etnis Kroat, sehingga saat itu merupakan daerah
perebutan kekuasaan (trouble spot). Beberapa di antaranya dilindungi oleh
PBB/UNPROFOR untuk mencegah penghancuran daerah-daerah krisis tersebut.
Dari
pandangan Strategi Militer, keberadaan pabrik-pabrik bagi keperluan militer
yang lebih dari 60% berada di wilayah Bosnia Herzegovina merupakan daya tarik
utama akan penguasaan wilayah ini. Pada masa Tito berkuasa, dengan pertimbangan
keamanan, dan perlindungan alam yang baik maka Bosnia Herzegovina dipilih untuk
kedudukan wilayah industri militer, karena dipandang aman dari ancaman Pakta
Warsawa maupun Pakta NATO. Ditinjau dari segi etnis, bahasa dan sosial budaya,
Yugoslavia sebagai negara “sosialis self-management” merupakan tujuan utama
bagi ahli-ahli / para teknokrat eks Pakta Warsawa untuk keluar dari Uni Soviet.
Tidak mustahil bila mereka berhasil masuk ke Yugoslavia dalam keadaan bersatu,
maka Yugoslavia akan dapat menjadi negara super power di bidang pertahanan dan
keamanan dikemudian hari.
Dengan
terpusatnya industri militer Yugoslavia berada di Bosnia Herzegovina, maka
ahli-ahli tersebut dikhawatirkan akan berada di wilayah ini. Untuk mencegah hal
tersebut negara-negara “Big Power” terutama dari Blok Barat, tentunya menjadikan
wilayah Bosnia Herzegovina sebagai wilayah kepentingannya. Di sisi lain dengan
bubarnya Pakta Warsawa maka Eropa dikhawatirkan akan kebanjiran stock senjata
eks Blok Timur, yang akan bermuara pada meningkatnya organisasi senjata secara
liar di Eropa dan selanjutnya akan membahayakan keamanan Eropa. Dengan adanya
perang Bosnia maka aliran senjata lebih tersebut secara tidak langsung akan
mengarah ke wilayah ini. Dengan menumpuknya beberapa kepentingan di wilayah
Bosnia Herzegovina maka wilayah ini layak untuk disebut daerah rawan atau titik
kritis bagi negara-negara di Eropa.