Kesulitan menangkal penyusupan pasukan lawan tidak hanya
menimpa ABRI. Diseberang perbatasan Inggris juga mengalami hal serupa. Situasi
tersebut menyebabkan pihak Inggris mendatangkan bantuan pasukan Gurkha dan
tambahan pasukan dari Australia dan Selandia baru. Inggris tidak mungkin
membangun pagar betis di sepanjang perbatasan yang panjangnya 1000 km. Mereka
juga tak mampu menyebar pasukan hanya untuk menjaga wilayah berhutan lebat,
penuh bukit dan lembah curam. Untuk mengatasi kesulitan alam tersebut kemudian
dihadirkan satu skadron pasukan komando SAS. SAS merupakan kesatuan komando
elite Inggris. Dalam setiap gerakan, mereka selalu menggunakan empat anggota.
Dengan kekuatan terbatas, SAS harus sanggup melakukan operasi militer, menyusup
jauh di daerah lawan, tanpa perlu kembali ke pangkalan untuk jangkan waktu
lama. SAS dikirim ke Kalimantan Utara setelah Mayor Jenderal Walter Walker,
panglima pasukan Inggris, tidak mau menderita kerugian lebih besar. Walker
berpendapat, hanya SAS yang mampu menangkal penysusupan gerilyawan Indonesia.
Tugas SAS mengacau wilayah pertahanan lawan dengan menyusup jauh, masuk ke
wilayah Indonesia.
Dalam posisi sama-sama menentang Malaysia, Indonesia
mendukung gerilyawan TNKU. Pasukan untuk membantu TNKU memakai nama Detasemen
Sukarelawan Malaya. nantinya, mereka merupakan bagian Brigade Sukarelawan
Bantuan Tempur Dwikora. Keanggotannya berbaur antara warga Malaya, sukarelawan
Indonesia serta berbagai kesatuan ABRI. Pada bula-bulan pertama konfrontasi,
keterlibatan ABRI masih selalu di samarkan. Tetapi ketika konflik semakin
meningkat, tak ada lagi alasan untuk bersembunyi. Secara terbuka ABRI mulai melatih,
membekali dan ikut menyeberang perbatasan.
Menghadap pasukan Inggris yang profesional dan terlatih
baik, Indonesia mulai mengalami banyak korban, Buku Sejarah Operasi Operasi
Gabungan dalam Rangka Dwikora menyebutkan: “Untuk mengurangi jumlah korban,
Indonesia mulai memasukkan pasukan ABRI, sebab mereka lebih berpengalaman dalam
bertempur. Sehingga pada pertempuran 10 Juli 1964 di kampung Sakilkilo dan
Batugar di Sabah, NKU meraih kemenangan pertama. Dalam pertempuran satu peleton
TNKU melawan dua peleton tentara patroli Inggris dan Gurkha, TNKU berhasil
menewaskan musuh 20 orang tanpa pihaknya menderita korban”.
Selama bertugas di perbatasan Kalimantan Utara, Benny
harus menyamar. Dia bukan prajurit ABRI. Dia mendapat identitias baru sebagai
sukarelawan. Seragammnya di ganti seragam TNKU yang berbeda warna dan modelnya
dengan pakaian seragam ABRI. Dalam posisi sebagai anggota TNKU, namanya masih
tetap Moerdani namun disamarkan sebagai warga Kalimantan Selatan, kelahiran
Muarateweh, kota kecil ditepi Kapuas. Dengan jatidiri ini Benny memimpin
pasukan gerilya menganggu pertahanan Inggris.
Pada saat melakukan penyusupan ke seberang perbatasan,
Benny nyaris tewas. Peristiwanya di catat rinci dalam laporan SAS. Laporan
tersebut nantinya diketahui Benny, ketika tahun 1976 berkunjung ke Inggris.
Disana dia sempat bertemu muka dengan kedua orang prajurit Inggris yang nyaris
menembaknya dirinya.
Insiden di atas terjadi pada sebuah sungai kecil di
perbatasan Kalimantan Timur. Iring-iringan perahu gerilyawan Indonesia
menyusuri sungai sementara anggota SAS telah siap menghadang. Benny, yang
sedang berada di sampan paling depan, sudah muncul dalam sasaran tembak.
Senapan telah diangkat, siap dibidikkan. Tetapi…. picu tidak jadi ditarik.
“Apa
betul kamu bertugas disana waktu itu??” tanya Benny kepada
kedua prajurit Inggris tersebut dalm pertemuan pribadi.
“Yes
Sir,”jawab mereka serentak.
“Why
didn;t you pull the trigger??” desak Benny ingin
tahu.
Salah seorang prajurit segera mengamit rekannya, yang
langsung memberi jawaban, “He told me to wait for the Queen Elizabeth, Sir”.
Queen Elizabeth nama kapal penumpang terbesar milik Inggris. Maksud prajurit
Inggris tersebut, mereka belum jadi menembak karena merasa, masih harus
menunggu dulu kapal besar lain, yang mungkin mengikuti iring iringan sampan.
Ternyata, tidak pernah ada perahu besar lewat. Dengan
demikian, Benny justru bisa luput dari tembakan.
Mendengar pernyataan bekas lawannya, Benny berkomentar, If you had pulled the trigger, you know, you
would’ve caused the highest ranking casualty on our side….(Kau tahu,
andaikan kau jadi menarik picu, waktu itu kamu akan berhasil membikin korban
dengan pangkat tertinggi pada pasukan kami..”.
Dan dalam sebuah operasi penyergapan di pedalaman
Kalimantan Timur, para gerilyawan TNKU pernah mencegat pasukan SAS. Dalam
pertempuran sengit, seorang pasukan SAS tertawan, satu tertembak mati dan dua
lainnya lari ke wilayah Sabah. Keberhasilan meringkus anggota SAS oleh Benny
segera disampaikan kepada Achmad Yani.
Peristiwa tersebut sangat penting, sebab Indonesia
kemudian akan punya bukti, pasukan Inggris melakukan penyusupan ke wilayah
Indonesia. Bukti hidup tersebut akan dipakai sebagai bahan propaganda. Sayang,
jalur transportasi menuju lokasi tempat tawanan berliku liku. ketika pasukan
penjemput tiba, anggota SAS tersebut telah terlanjur tewas, akibat luka luka
yang dia derita. Insiden tersebut dicatat Thomas Geraghty dalam buku Who dares
Wins, The Story of the SAS 1950-1980 :”
Hanya seorang prajurit SAS pernah ditawan musuh. Seorang prajurit luka
parah sesudah disergap dan tak pernah diketemukan. tetapi, pimpinan resimen
mengetahui, berdasar pengakuan masayarakat suku terasing, dia akhirnya
meninggal, sebelum berhasil dikorek pengakuannya”
Mayat anggota SAS yang tertawan akhirnya dikuburkan di
tengah hutan Kalimantan, hanya dog-tags tali leher berisi nama dan nomor induk
pemilik, berikut senjatanya di kirim ke Jakarta sebagai tanda bukti.
thx to
Disadur dari Buku Benny, Tragedi
Seorang Loyalis, Julius Pour