Direktur
Utama PT Dirgantara Indonesia, Budi Santoso mengakui perkembangan teknologi
kedirgantaraan PT DI mandeg, sejak para insinyur mereka tidak menyentuh proyek
bermuatan teknologi tinggi. Hak ini terjadi sejak pemerintah menghentikan
proyek pembuatan pesawat N 250. Saat krisis ekonomi RI tahun 1998, IMF meminta
Indonesia menghentikan pembangunan N 250 dengan asalan menyedot keuangan
negara. Pemerintah patuh dengan permintaan IMF, padahal N 250 kala itu telah
terbang dan tinggal membutuhkan lisensi terbang regional.
Kini 18
Mei 2012, Airbus Military datang ke Indonesia menawarkan kerjasama perakitan C
295.
Apa
komentar Dirut PT DI tentang pesawat c 295 ?. “Pesawat ini pengembangan dari CN
235, sehingga tidak sulit untuk membuatnya”, ujar Budi Santoso, usai
menandatangani kerjasama.
Ironis
sekali bukan ?. Para insinyur PT DI kini merakit C 295 milik Eropa, sementara
pesawat N 250, menjadi pajangan di museum. Siapa yang bodoh dalam kasus ini ?.
Ternyata
IMF melarang Indonesia membuat pesawat N-250 karena punya motif lain. Negara
Eropa membuat pesawat di kelas yang sama, dan tidak ingin ada saingan.
N250
Tinggal Kenangan
Kunjungan
Habibie
Mari kita
dengarkan komentar bapak penerbangan Indonesia BJ Habibie saat berkunjung ke
Kantor Garuda Indonesia, Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang – Banten, 12 Januari
2012 silam:
“Dik,……anda
semua lihat sendiri……..N250 bukan pesawat asal-asalan dibikin! Pesawat itu
sudah terbang tanpa mengalami ‘Dutch Roll’ (oleng berlebihan). Tenologi pesawat
itu sangat canggih dan dipersiapkan untuk 30 tahun kedepan. Diperlukan waktu 5
tahun untuk melengkapi desain awal, satu-satunya pesawat turboprop di dunia
yang mempergunakan teknologi ‘Fly by Wire’ bahkan sampai hari ini”.
“Rakyat
dan negara kita membutuhkan itu! Pesawat itu sudah terbang 900 jam (saya lupa
persisnya 900 atau 1900 jam) dan selangkah lagi masuk program sertifikasi FAA.
IPTN membangun khusus pabrik pesawat N250 di Amerika dan Eropa untuk pasar
negara-negara itu. Namun, orang Indonesia selalu gemar bersikap sinis dan
mengejek diri sendiri ‘apa mungkin orang Indonesia bikin pesawat terbang?”.
“Tiba-tiba,
Presiden memutuskan agar IPTN ditutup dan begitu pula dengan industri strategis
lainnya”.
Dik
tahu…….di dunia ini hanya 3 negara yang menutup industri strategisnya, satu
Jerman karena trauma dengan Nazi, lalu Cina dan Indonesia……
“Sekarang,
semua tenaga ahli teknologi Indonesia terpaksa diusir dari negeri sendiri dan
mereka bertebaran di berbagai negara, khususnya pabrik pesawat di Bazil,
Canada, Amerika dan Eropa…………….”.
“Hati
siapa yang tidak sakit menyaksikan itu semua…………………?”.
“Tapi
keputusan telah diambil. Para karyawan IPTN yang berjumlah 16 ribu harus
mengais rejeki di negeri orang dan gilanya lagi kita yang beli pesawat negara
mereka!”
Pak
Habibie menghela nafas…….
Apa yang
disampaikan BJ Habibie benar adanya, bahkan lebih ironis lagi. Kini insinyur
generasi baru di PT DI merakit 9 C 295 Airbus, yang tekonologinya sebenarnya
setara dengan N 250 yang diproduksi PT DI pada tahun 1997.
N 250 IPTN
Mengapa PT
DI menerima ?.
PT DI kini
relatif mati suri, tidak melakukan terobosan apapun. Para insinyur hanya
membuat berbagai varian CN 235 yang sudah biasa mereka kerjakan. Mereka juga
membuat berbagai jenis helikopter, yang sudah hapal di luar kepala. Dengan
adanya C 295 ini, para insinyur PT DI diharapkan mendapat tambahan teknologi
baru, setelah mereka absen sejak tahun 1997.
“Ini
adalah momen yang membanggakan bagi negara kita dan industri kedirgantaraan
nasional”, ujar Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro. Mungkin Pak Menhan lupa
dengan sejarah N250.
Dirut PT
DI menargetkan jadi pemasok utama (tier 1) bagi C293 Airbus. Jika demikian
adanya, tentu Eropa akan senang. Orang Indonesia mengerjakan seluruhnya, mereka
tinggal ongkang ongkang kaki sambil menerima keuntungan dari lisensi dan laba
yang ditentukan.
Kita jadi
ingat dengan ucapan BJ Habibie tahun 1997 saat proyek N250 dihentikan: “Saya
bilang ke Presiden, kasih saya uang 500 juta dollar dan N250 akan menjadi
pesawat terhebat yang mengalahkan ATR, Bombardier, Dornier, Embraer ddan lain
lain. kita tak perlu tergantung dengan negara manapun”.
thx
jakartagreter.com